Wednesday, November 7, 2012

Mengenang KH Zainudin MZ : Zainuddin Memang Zainuddin!

KasaKusuK.comDia, sang Da’i kondang itu telah tiada. Haji Zainuddin Muhammad Zein namanya. Dari peci atau biasa disebut orang Betawi songkok, yang biasa dipakainya persis dekat dengan kedua halis matanya, hingga matanya makin kelihatan sipit itu, tercermin suatu kesaksian tentang wajah yang selalu karib menyapa umat.

Sosok yang kondang dengan sebutan “Kiai Sejuta Umat” ini, memang punya aksen yang memukau saat berpidato. Pilihan diksi juga caranya mengurai logika keagamaan, telah membuat umat tertegun sambil mengunyah hikmah yang diurainya. Bahkan jamaah selalu dibuat betah ketika mendengarkan ceramahnya, apalagi ketika satir yang sering ia lontarkan perihal apa saja, sering membuat sedikit tawa bergemuruh. Dari mulai harta, wanita, tahta, hingga bilik-bilik kemiskinan sering ia urai dengan bahasa yang mudah untuk di ingat umat.

Maka wajar bila seorang, Jefri Al-Buchori, alias ustadz Jefri, masih dibayangi ingatan masa lalunya saat mendengar petuah dari sang Kiai. Uje, demikian ustadz muda itu biasa disapa bahkan tak bisa melupakan canda khas (alm) Zainuddin MZ semasa hidupnya. "Candaannya itu khas banget, 'Masih banyak janda-janda miskin'," kata Uje menirukan canda sang Kiai yang sangat dikaguminya itu di rumah duka Zainuddin, Jalan H Aom, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/7/2011).

Menurut Uje, bumbu canda yang sering diselipkan almarhum dalam setiap ceramahnya, tak lantas membuat hikmah yang disampaikan pudar. Bahkan ia mampu menangkap ajaran positif Zainuddin.

"Dari dakwah beliau saya dapat manfaan banyak. Saya bahkan biasa panggil almarhum dengan (sebutan) ayah, dan dia sangat ramah. Beliau selalu meminta kami yang muda-muda sebagai 'penyerang'," kenang Uje.

Di penghujung usianya, sang Kiai bermata sipit dan serta candanya yang khas seperti dikenang Uje, masih menjadi magnet bagi umat Islam. Meski popularitas serta pengaruhnya meredup seiring terpaan gosip serta keterlibatannya di politik. Namun, tak menyurutkan pecinta gaya pidato dan hikmah yang selalu ia uraikan di bilik-bilik televisi belakangan.

Kiai yang karib disapa MZ di khalayak ini, sebelumnya memang telah mengudarakan hikmah melalui mimbar ke mimbar. Bahkan pengaruhnya di tahun 70-80an ketika ceramahnya tersiar melalui radio dan kaset. Saya masih ingat, ketika saat-saat mendengarkan pidatonya dari bilik radio jadul, atau mungkin jutaaan umat Islam yang juga pernah mengenal suaranya lewat radio di tahun itu.

Seolah kiai ini begitu dekat meski kita tak pernah bertemu langsung. Apalagi saat almarhum manggung, tak ada istilah gerimis, atau terik mata hari. Saat itu yang ada MZ dan MZ. “Ada MZ, ada MZ, lihat Yuk!,” begitu kira-kira ajakan khlayak ketika mendengar MZ akan pidato disuatu tempat.

Paparannya yang runut, artkulasinya yang khas, juga kepiawaianya membius massa, juga mengingatkan saya pada kharisma Bung Karno. Tokoh revolusi yang juga pernah ia (Zainuddin MZ) kagumi sejak masih kecil. Dalam suatu pidato di sebuah radio lokal, dia (MZ) bahkan mengaku banyak terpengaruh dari gaya pidato Bung Karno, ia bahkan pernah mengenang saat-saat masa kecil ketika ia selalu rindu mendengar Bung Karno berpidato lewat radio. Kini ia telah menyusul orang yang dikaguminya itu. Selamat Jalan Pak Kiai, semoga tenang di sisiNya.

sumber : kasakkusuk.com

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.